Satu per satu operator telekomunikasi di
Indonesia meninggalkan teknologi Code Division Multiple Access (CDMA).
PT Indosat Tbk (ISAT) mulai mengalihkan pelanggan layanan di teknologi
itu yaitu StarOne ke teknologi Global System for Mobile Communications
(GSM). terang Sahrul Riyadi," ketua Komunitas Canvasser indosat Bandung lima. "... selamat tinggal StarOne..!!"
Presiden Direktur dan CEO ISAT,
Alexander Rusli mengatakan, sehubungan dengan penataan pita frekuensi
radio 800 Mhz untuk keperluan penyelenggaraan jaringan bergerak seluler
maka ISAT telah memulai proses migrasi pelanggan layanan telekomunikasi
berdasarkan CDMA dengan produk StarOne menjadi pelanggan layanan GSM
ISAT. "Terhitung sejak tanggal 22 Desember 2014," ungkapnya dalam
keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (22/12).
Aksi ini dilakukan berkaitan dengan
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika nomor 30 tahun 2014 tentang
Penataan Pita Frekuensi Radio 800 Mhz untuk Keperluan Penyelenggaraan
Jaringan Bergerak Seluler. "Setelah proses migrasi pelanggan layanan
CDMA StarOne selesai dilakukan, perseroan tidak lagi menyediakan layanan
CDMA StarOne," tegas pria akrab disapa Alex itu.
Proses migrasi pelanggan CDMA ISAT ke
GSM itu perlu dilakukan karena meski sudah lama tidak melakukan ekspansi
bisnis CDMA, masih ada pelanggan StarOne yang perlu dijaga. StarOne
memiliki sekitar 120 ribu pelanggan pada pertengahan 2014. Angka itu
terus turun jika dibandingkan sekitar 350 ribu pelanggan pada 2011.
Sebelumnya Alex mengatakan bahwa
pelanggan StarOne dalam proses migrasi ke GSM itu tidak harus melakukan
penggantian perangkat keras (sim card) dan bahkan tidak perlu mengganti
nomor. Sebab sudah ada teknologi yang bisa memertahankan nomor lama dari
StarOne itu meskipun teknologinya akan pindah.
Meski begitu, pelanggan StarOne tetap
harus melakukan penggantian ponsel (handset) agar bisa menangkap
jaringan GSM. Alex mengatakan pihaknya akan berupaya menyediakan dan
memberi subsidi untuk ponsel baru itu agar proses migrasi lebih mudah.
Jika operator lain sudah mulai move on dari
jaringan CDMA, PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), pemilik produk CDMA Esia
masih sibuk dengan persoalan utangnya. Perusahaan telekomunikasi milik
grup Bakrie itu mengklaim sudah menemukan skema penyelesaiannya.
Dalam materi yang dipaparkan ke BEI
kemarin manajemen BTEL menyatakan pada 23 Oktober 2014, salah satu
kreditur/vendor BTEL yaitu PT Netwave Multi Media telah mengajukan
permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap BTEL.
Berdasarkan surat permohonan PKPU, PT
Netwave Multi Media mendalilkan bahwa PKPU memiliki tagihan Rp 4,7
miliar terhadap BTEL yang belum dibayarkan dan telah ditegur beberapa
kali. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengeluarkan
putusan nomor 59/Pdt.Sus/PKPU/2014/PN.Niaga. Jkt.Pst tanggal 10
November, yang memutuskan pemberian PKPU Sementara kepada BTEL selama 30
hari sejak tanggal putusan tersebut.
Namun dalam laporan keuangan BTEL pada
semester pertama 2014 tercatat total liabilitas (utang) BTEL sebesar Rp
10,2 triliun atau naik sedikit dibandingkan Rp 10,1 triliun pada
semester pertama 2012
Daftar
pustaka dan referensi bacaan ini dari berbagai tulisan baik itu media cetak
maupun media elektronik diantaranya, www.jpnn.com dan
kajian Penulis Sahrul Riyadi, dan sahabat outlet. Diantartaranya
Tulisan ini
dimaksudkan untuk sharing motivasi, dan diskusi untuk memperdalam pengetahuan
tentang technolgy sellular terkini
Bandung 24 Desember 2014 Copyrighted.